• Home
  • Advertorial
  • Mengenal lebih dekat perwira pahlawan revolusi Jenderal (Anm) Ahmad Yani.

Mengenal lebih dekat perwira pahlawan revolusi Jenderal (Anm) Ahmad Yani.

Minggu, 15 Januari 2017 08:52
BAGIKAN:
okezone
Ahmad Yani (Jenderal Anumerta) dalam suatu masa revolusi (Foto: Randy Wirayudha/Koleksi Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani)

JAKARTA - JENDERAL TNI (Anumerta) Ahmad Yani. Nama harum di seantero negeri yang kerap dijadikan nama jalan di berbagai daerah, nama masjid, nama universitas (Universitas Jenderal Ahmad Yani/Unjani-Cimahi), hingga nama kapal perang KRI Ahmad Yani 351.

Secara umum, masyarakat mengenalnya sebagai salah satu pahlawan Revolusi. Pahlawan yang menjadi korban kebiadaban kaum komunis pada 30 September/1 Oktober 1965.

Selebihnya? Ya harus diakui bahwa masih terbilang sedikit yang mengenalnya lebih jauh, terutama tentang kiprahnya di masa Revolusi, maupun kehidupannya di masa kecil.

Kebetulan pada suatu ketika di Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani, penulis mendapat kehormatan bertemu Amelia A Yani, salah satu putri sang jenderal yang pada Januari 2016 dilantik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjadi Duta Besar RI untuk Bosnia.

Anak Sopir Bos Perkebunan Tebu

“Bapak itu dulu kampungnya di Rendeng, Purworejo (Jawa Tengah). Anak tertua dari Mbah (Kakek-Nenek) Wongsoredjo. Mbah dulu itu sopir pribadi keluarga Belanda di pabrik tebu Jenar,” ujar Amelia kepada Okezone.

Dengan menjadi sopir keluarga Belanda itu, Ahmad Yani kecil yang lahir 19 Juni 1922 serta adik-adiknya, Asmi dan Asinah, setidaknya bisa hidup lumayan berkecukupan dengan gaji saat itu sekira 7 ringgit.

Ayah Ahmad Yani pada 1927 kemudian mendapat rekomendasi dari majikannya untuk merantau ke Batavia (kini Jakarta), dan menjadi sopir seorang Jenderal Belanda bernama Halfstein, lalu ke Ciawi, Bogor, bekerja untuk kerabat Halfstein. Selama itu pula, Ahmad Yani kecil ikut merantau.

Selama di Batavia saat ayahnya masih dipekerjakan Halfstein, Ahmad Yani bahkan disekolahkan sang menir di sebuah froebel atau taman kanak-kanak (TK). Di Bogor, Ahmad Yani melanjutkan pendidikannya ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sampai Algemene Middelbare School (AMS).

Keluarga Ahmad Yani akhirnya harus kembali ke Rendeng pada 1942 karena orang-orang Belanda diinternir pasca-Jepang masuk Hindia Belanda. Sementara ayah Ahmad Yani kembali jadi sopir, tapi kali ini jadi sopir angkutan umum jurusan Purworejo-Magelang-Semarang, Ahmad Yani masuk pendidikan Pembela Tanah Air (PETA).

Karier Militer Ahmad Yani Terbang Tinggi

Untuk bisa masuk pendidikan perwira PETA di Bogor, Ahmad Yani harus punya kemampuan mengetik. Saat mengikuti kursus mengetik itulah, Ahmad Yani bersua Yayuk Ruliah Soetodiwirjo yang kelak menjadi istri dari delapan anak-anaknya.

Selesai pendidikan jadi Shodancho (Komandan Peleton), Ahmad Yani ditempatkan di Batalion II Kompi III Prembun, Purworejo. Kesatuan yang pasca-proklamasi 17 Agustus 1945, dipindah jadi Batalion III Badan Keamanan Rakyat (BKR) Magelang dan jadi bagian dari Resimen XIX pimpinan Letkol Sarbini.

Sejumlah pertempuran turut diikuti Ahmad Yani yang kemudian punya pangkat mayor dan memimpin Batalion III Ahmad Yani. Termasuk Pertempuran Ambarawa, hingga Serangan Oemoem 1 Maret 1949.

Ahmad Yani sendiri baru naik pangkat jadi opsir (perwira) Letnan Kolonel pada 1948 pasca-reorganisasi TNI. Kala itu, Letkol Ahmad Yani memimpin Brigade IX Kuda Putih yang daerah-daerah operasinya di Kedu Utara.

Saat dipindah ke Jakarta, Ahmad Yani baru mendapat kenaikan pangkat lagi jadi kolonel saat menjabat Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Bidang Operatif pada 1957. Tiga tahun berselang jadi brigjen dengan jabatan Deputi II KSAD dan kemudian jadi KSAD, lantas jadi Mayor Jenderal pada 1963.

Jabatan Menpangad pada 1967, sudah dipegang Ahmad Yani dengan pangkat letjen. Tapi meski sudah jadi jenderal yang terbilang sukses di Jakarta, Ahmad Yani masih sering mudik dan melepas kangen dengan orangtuanya, sekaligus mengajak liburan istri dan anak-anaknya.

“Kita-kita (anak-anak) kalau pulang kampung ke Rendeng, sering ikut Mbah nyopir angkutan. Para penumpang yang memang sudah kenal dekat dengan Mbah, pasti bakal tahu bahwa anaknya, Jenderal Yani, sedang pulang kampung kalau melihat kami di mobil Mbah,” sambung Amelia lagi.

“Kalau liburan ke Purworejo ke rumah Mbah, biasanya kami senang makan duren (durian) dan pasti disediakan Mbah. Kalau waktunya pulang ke Jakarta, mobil kami pasti penuh makanan yang dibawakan Mbah. Itu jadi saat-saat paling menyenangkan kala liburan sama Bapak,” pungkasnya

 

BAGIKAN:

BACA JUGA

  • Dampingi Komandan Korem 031/WB, Bustami HY Ikut Salurkan Bantuan Sembako

    BENGKALIS - Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Bengkalis, Bustami HY, mendampingi Dandim 0303/Bengkalis Letkol Inf Lizardo Gumay dan Kapolres AKBP Hendra

  • Sambut Hari Bayangkara ke 74, Polsek Bengkalis Bersihkan Tempat Ibadah

    BENGKALIS - Menyambut Hari HUT Bayangkar ke 74 yang jatuh pada tanggal 1 Juli 2020, Kepolisian Sektor Bengkalis, Polres Bengkalis megisi kegiatan dengan meng

  • Tim Gugus Covid 19 Terus Sosialisai Protap Kesehatan

    BENGKALIS - Personel Koramil 01/Bengkalis, bersama anggota Polsek Bengkalis melaksanakan giat aturan tentang penerapan pendisiplinan protokol kesehatan kepad

  • Personel Koramil 01/Bengkalis Sosialisasi Protap Kesehatan Kepada Warga dan Pedagang di Taman Andam Dewi dan Capcin

    BENGKALIS - Patroli bersama dan himbauan kepada masyarakat tentang aturan penerapan pendisiplinan protokol kesehatan kepada masyarakat terus dilakukan jajara

  • KOMENTAR