BEIRUT - Adel Makki berlari ke jalanan di
kamp pengungsi Palestina Shatila di Beirut, Lebanon, Sabtu (11/1/2013).
Dia kemudian membagikan permen kepada orang yang dikenalnya setelah
mendengar mantan PM Israel Ariel Sharon meninggal dunia.
"Saya
sangat lega saat mengetahui Saron meninggal dunia. Saya kira masa-masa
dia di dalam kondisi koma adalah hukuman Tuhan atas kejahatan yang sudah
diperbuatnya," kata Makki yang baru berusia 19 tahun itu.
Pernyataan
Makki itu terkait peristiwa pembantaian di Sabra dan Shatila yang
terletak di sisi selatan kota Beirut. Selama tiga hari dimulai pada 16
September 1982 ratusan orang pria, wanita dan anak-anak dibantai di
kedua kamp pengungsi itu.
Setidaknya 500 orang hilang tanpa
jejak, salah seorangnya adalah paman Adel Makki. Tak heran remaja itu
menyimpan kebencian begitu besar terhadap Ariel Sharon.
Tiga
bulan sebelum pembantaian itu, militer Israel menginvasi Lebanon. Milisi
sekutu Israel di Lebanon, Phalangist kemudian yang melakukan
pembantaian sementara pasukan Israel mengepung kedua kamp pengungsi itu.
Ariel
Sharon, yang saat itu menjabat menteri pertahanan Israel, dipaksa
mengundurkan diri setelah komisi penyelidikan Israel menetapkan Sharon
secara tak langsung bertanggung jawab atas pembantaian itu.
"Saya
menerima permen yang dibagikan karena lega si pembunuh sudah meninggal.
Dia membunuh ratusan orang. Kini kami lega," kata Ahmad Khodr al-Gosh,
bocah berusia 10 tahun.
Kabar kematian Sharon itu serta merta
disambut keceriaan dan jalan-jalan sempit di kamp pengungsi Shatila
seketika berubah menjadi ajang pesta.
Para penghuni keluar dari
gubuk-gubuk mereka merayakan meninggalkan Ariel Sharon yang meninggal
dunia dalam usia 85 tahun di sebuah rumah sakit di dekat Tel Aviv
setelah delapan tahun koma.
"Anda ingin tahu perasaan saya? Saya
ingin menyanyi dan menari. Itulah yang saya rasakan," kata Umm Ali,
perempuan berusia 65 tahun yang kehilangan saudaranya Mohammad dalam
pembantaian 32 tahun lalu itu.
"Saya ingin menikamnya sampai mati. Dia seharusnya lebih menderita lagi," tambah Umm Ali.
Sebagian besar penghuni Sabra dan Shatila sebenarnya menginginkan Ariel Sharon diajukan ke pengadilan atas kejahatannya.
"Tentu
saja saya senang dia meninggal dunia. Tapi sebenarnya saya ingin
melihat dia diadili di hadapan dunia sebelum Tuhan mengadilinya," kata
Mirvat al-Amine, seorang pemilik toko.