- Home
- Nasional
- OPINI : Uji Publik Calon Kepala Daerah (bagian I)
OPINI : Uji Publik Calon Kepala Daerah (bagian I)
Rabu, 11 Februari 2015 16:28
Prof DR Farouk Muhammad
PESISIRONE.com - Salah satu isu penting yang menjadi sorotan
dalam kerangka revisi Undang- Undang (UU) tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Wali Kota adalah uji publik calon kepala daerah.
Dalam
UU tersebut, uji publik ditujukan kepada bakal calon kepala daerah
sebelum penetapan dan pengajuan sebagai calon di mana hasilnya menjadi
salah satu syarat pencalonan kepala daerah. Uji publik dilaksanakan oleh
tim independen yang dibentuk oleh penyelenggara pilkada yang anggotanya
meliputi unsur akademisi, tokoh masyarakat, dan penyelenggara.
Tersirat
dalam UU bahwa uji publik dimaksudkan untuk memperkuat pelibatan atau
partisipasi publik dalam penjaringan calon kepala daerah sejak penentuan
bakal calon oleh partai politik dan perseorangan, sehingga di satu sisi
publik (pemilih) akan sejak dini "menyeleksi" calon terbaik sebagai
kepala daerahnya dan di sisi lain partai politik didorong semakin
selektif, transparan, dan akuntabel dalam mengajukan calon kepala
daerah.
Pesan implisit konsep uji publik adalah upaya untuk
meminimalisasi oligarki partai dalam menentukan calon kepala daerah—yang
selama ini ditengarai lebih menonjolkan pertimbangan popularitas dan
modal (materi) ketimbang kualitas dan kapabilitas.
Pro-Kontra
Konsep
uji publik telah diintroduksi dalam UU Nomor 22/2014 maupun Perppu No
1/2014 yang menganulir UU Nomor 22/2014 tersebut. Artinya ada
kesepahaman pembentuk UU (DPR, DPD, dan Pemerintah) bahwa uji publik
perlu diangkat menjadi norma UU.
Penulis menjadi pihak yang
terlibat dalam pembahasan materi ini dalam kapasitas saat itu sebagai
Ketua Timja RUU Pilkada DPD RI. Bahkan, uji publik sejak awal merupakan
konsepsi yang secara resmi diusulkan oleh DPD dan penulis menuangkan
konsepsi tersebut dalam norma undang-undang secara utuh yang kemudian
berkembang dalam dinamika pembahasan.
Mayoritas Fraksi DPR dan
Pemerintah pada saat pembahasan UU Nomor 22/ 2014 mendukung gagasan DPD
tersebut sebagai satu bentuk ikhtiar untuk mendapatkan calon terbaikdari
sejumlah bakal calon yang mendaftar atau didaftarkan oleh partai
politik dan perseorangan.
Hal ini didasarkan pada pemahaman
bahwa esensi pilkada adalah menghadirkan pemimpin daerah yang
berkualitas dalam rangka mendinamisasi dan memajukan daerah. Pemimpin
yang demikian dapat diperoleh jika dibuka ruang yang memadai bagi publik
untuk mengetahui dan menguji rekam jejak (track record) dan integritas
serta kompetensi bakal calon sebelum dicalonkan sebagai kepala daerah.
Gagasan
uji publik pada dasarnya juga merupakan refleksi terhadap hasil pilkada
selama ini. Kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak calon yang
diajukan oleh partai politik maupun perseorangan sebenarnya bukanlah
calon terbaik. Hanya karena publik tidak memiliki ruang yang menentukan,
mereka tidak memiliki (alternatif) pilihan lain. (SNC)
Prof DR Farouk Muhammad
Wakil Ketua DPD RI
KOMENTAR