SELATPANJANG, MERANTIONE.com -Tidak
banyak guru yang mau mengajar di daerah
terpencil, sebab
banyak hal yang menjadi pertimbangan sebagian besar pendidik enggan
mengajar di daerah yang minus berbagai fasilitas. Alasan utamanya jauh
dari keluarga, tidak ada akses listrik, sulit berkomunikasi dengan dunia
luar, jauh dari keramaian dan hiburan serta berbagai pertimbangan
lainnya.
Lain halnya dengan Rohana yang sudah 15 tahun mengajar
pada salah satu sekolah dasar, SD 5 Desa Tanjung Darul Takzim, kecamatan
Tebing Tinggi Barat (sebelumnya SD 92 Tanjung Katung,red) Kecamatan
Tebing Tinggi Barat.
Tanjung Katung pada tahun 1999 masih jauh
tertinggal. Tak sejengkalpun jalannya beraspal, tidak ada transportasi
umum menuju kota Selatpanjang, Bahkan warungpun tidak ada. Bangunan
sekolahnya masih berupa rumah panggung, berdinding kayu dan beratap
rumbia. Rohana dan bersama 3 orang temannya yang lainnya mengajar
disekolah tersebut, baru ada 3 ruang kelas. Merekapun harus menyulap
ruangan kelas tersebut menjadi 6 kelas dengan sekat beberapa keping
papan, hanya sekedar pembatas antara kelas 1 dengan kelas 2, kelas 3
dengan kelas 4, kelas 5 dengan kelas 6.
Belum lagi, ia harus
mengajar anak-anak yang kemampuannya jauh berbeda dengan anak-anak di
kota. Memberikan pengertian kepada orang tua dan murid pentingnya
pendidikan, agar minat orang tua untuk mengantarkan anaknya ke bangku
sekolah semakin besar. Pengertian itu juga harus ia tanamkan kepada
murid-muridnya, bahwa pendidikan adalah salah satu penunjang utama untuk
mewujudkan cita-cita.
"Segala sesuatu pekerjaan itu harus
dikerjakan dengan ikhlas. Biarpun mudah, tapi kalau kita tidak ikhlas,
pekerjaan itu menjadi berat. Berbeda jika kita ikhlas, sesulit apapun
pekerjaan itu, seberat apapun tantangannya, asal ikhlas, semua persoalan
bukan lagi menjadi hambatan. Ikhlas adalah rahasia saya betah mengajar
dan bisa bertahan di desa terpencil ini," tutur Rohana ketika ditanya
merantione.com rahasia dirinya bertahan selama 15 tahun menjadi guru di Tanjung Katung.
Sebagai
seorang
Guru, Rohana harus memenuhi ikrar yang diucapkan ketika pertama
diangkat sebagai CPNS, yaitu harus siap ditempatkan dimana saja. Meski
pada awalnya ia sempat mengeluh, tinggal di kampung tanpa penerangan
listrik baiksiang mau pun malam harinya. Namun mengingat ikrar dan
janjinya yang harus ia penuhi, ia belajar ikhlas menerima penempatan
dirinya sebagai guru di desa terpencil itu.
"Awal-awalnya memang
kita sedikit berat tinggal dan menetap di Tanjung Katung, tanpa
listrik, jalannya kalau hujan becek, dan bila panas berdebu. Tidak ada
tempat rekreasi atau hiburan. Mau jajan saja tidak ada warung sangat
berbeda dengan Selatpanjang. Mau pulang ke Selatpanjang saya juga harus
menumpang kapal pembawa ojol (karet) yang berangkatnya tidak tentu,
bisa-bisa tengah malam. Tapi saya sadar, harus ikhlas dan saya harus
memenuhi sumpah saya sebagai guru dan CPNS, yang siap ditempatkan dimana
saja," ungkap Rohana, yang pada tahun 2009 diangkat menjadi Kepala
Sekolah di SD 5 tersebut.
Dilantik menjadi Kepala Sekolah,
membuat Rohana semakin mencintai SD 5 Desa Tanjung Darul Takzim, meski
saat ini setiap hari pulang pergi ke Selatpanjang menaiki sepeda motor
dengan melintasi sungai dan tak jarang jatuh di kala melintasi jalan
dengan papan sekeping, namun dirinya belum berkeinginan untuk mengajukan
pindah dari desa tersebut.
"Memang banyak yang sarankan, baik
teman maupun keluarga, kenapa saya tidak ajukan pindah ke Selatpanjang
saja daripada mengajar di desa yang terpencil. Memang bisa saja saya
ajukan pindah dan kemungkinan dikabulkan, tapi saya berpikir kalau semua
guru berpikiran untuk mengajar di kota saja, siapa nantinya yang akan
mengajar anak-anak di desa terpencil itu. Jadi, biarlah sementara saya
disini mengabdi dan mentransferkan ilmu saya kepada anak-anak didesa
ini," pungkas Rohana.
(azw)