HTI: Menolak ISIS Bukan Berarti Menolak Syariah dan Khilafah

Kamis, 21 Agustus 2014 08:46
BAGIKAN:
Muslimah HTI Dumai Widya mengemukakan pandangannya serta mengajukan pertanyaan kepada pembicara dalam diskusi terbuka Fenomena ISIS, yang ditaja HMI Dumai, Rabu (20/8/14) di Gedung Pendopo
DUMAI, DOC - "Menolak ISIS bukan berarti menolak Syariah dan Khilafah. Kami menolak ISIS karena tidak sesuai dengan Islam. ISIS tidak punya daerah otonom, sedangkan khilafah mempunyai daerah otonom," ujar Muslimah Hizbuzt Tahrir Indonesia (HTI) Widya, pada diskusi Fenomena Islamic State of Iraq dan Syam (ISIS) dalam perspektif agama dan kebangsaan, yang ditaja HMI Cabang Dumai, Rabu (20/8) di Gedung Sri Bunga Tanjung, Dumai.

Diskusi yang dihadiri perwakilan Kodim 0303 Bengkalis dan Polres Dumai itupun menjadi hangat. Dikarenakan sebelumnya pembicara Cand.Dr. Ahmad Rozai Akbar mengatakan konsep ke khilafahan ‎sudah cerita lama, dan tidak perlu lagi. Karena, ia mengutip dari ulama timur tengah, bahwa konsep khilafah sudah habis masanya.

"Isis secara syari memang tidak sah, sesuai pernyataan MUI.  Kita semua menolak ISIS karena terjadi monsterisasi syariah dan khilafah," ujar muslimah HTI, Widya pada diskusi tersebut.

Tidak hanya itu, pertanyaan demi pertanyaan dari audiens silih berganti menghujani narasumber. Ada yang mengatakan, ISIS bentukan asing untuk memecah belah umat, terkait kepentingan lain. Misalnya, kepentingan minyak bumi dan gas, pada wilayah-wilayah tertentu. Indonesia termasuk negara yang mempunyai kepentingan terhadap asing, dan asing juga mempunyai kepentingan besar terhadap Indonesia.

"Ini hanya upaya pecah belah, sebab informasi mengenai ISIS dikuasi oleh negara digdaya. ‎Saya nyatakan, Islam menolak ISIS, supaya tidak larut dalam propaganda dan strategi softwar ini," kata Ahmad Rozai Akbar menanggapi Widya.

Sementara itu, pembicara dari Kodim 0303 Bengkalis Mayor Infantri Sudioyo, SH mengatakan, apapun namanya, jika bertentangan dengan 4 konsensus negara maka wajib hukumnya ditindak. Empat konsensus negara itu, adalah Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ikha dan NKRI.

"Apakah ISIS bertentangan dengan empat itu? Kita cermati itu. Kemudian, Islam adalah agama Rahmatanlilalamin, dan empat konsensus itu sesuai dengan nilai-nilai Islam. Nah, mari kita bedakan mana yang organisasi mana yang agama. ISIS organisasi, Islam adalah agama," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, organisasi apapun boleh berdiri di negara ini. Yang tidak boleh adalah organisasi yang bertentangan dengan empat konsensus tersebut. Jika bertentangan, tentu sebagai alat negara punya tugas menindaknya.

Terkait fenomena ISIS, katanya, jelas berada di Iraq dan Suriah. Hal tersebut ia ingatkan, agar masyarakat Indonesia tidak larut dengan paham ISIS tersebut.

Sedangkan dari pihak Polres yang diwakili Kabag Ops Polres Dumai Kompol Ferly Rosa Putra mengatakan, Polri hanya menindak kelompok-kelompok yang melakukan tindak pidana. Selama tidak melakukan hal tersebut, Polri tidak bisa melakukan tindak. Kecuali, ada kelompok-kelompok radikalisme di suatu tempat.

"Polri hanya mendeteksi secara dini apa yang ada di masyarakat dalam rangka memberikan rasa aman kepada masyarakat. Meskipun ada kelompok kajian agama, tetapi tidak ada gerakan pidana, Polri tidak berhak menangkap," katanya.

Diskusi yang berkembang ke arah radikalisme agama semakin menarik, kala moderator dr. Fikri Taufan melemparkan fenomena radikal ada di setiap agama. ‎Hanya saja, yang sering disorot adalah radikalisme dalam kelompok agama Islam.

Sementara pembicara dari Pengurus Majlis Daerah KAHMI Dumai, Fridarson mengajak kelompok-kelompok mahasiswa menuntun diri untuk tidak mengkultuskan antara agama dan bangsa. Sebab, kedua hal itu merupakan hal pokok dalam kehidupan manusia.

"Pembatasan ruang gerak orang menunaikan ajaran agamanya, dari suatu agama lain, juga merupakan tindakan radikalisme agama," ujarnya.

Pernyataan tersebut kembali memancing semangat audiens yang terdiri dari berbagai elemen. Mulai dari HMI, KAHMI, KNPI, HMI, Formasi, HTI, serta pemerintahan dan praktisi hadir. Dari berbagai kelompok tersebut, tentu mempunyai pendapat yang berbeda. Andre, mahasiswa Universitas Pasundan Bandung, sempat emosional terhadap jalannya diskusi.

"Ini bukan diskusi, kok tidak dilibatkan semua. Namanya diskusi terbuka," katanya lantang, yang membuat suasana semakin berwarna.

Diskusi ISIS yang berlangsung alot tersebut akhirnya memberikan kesimpulan bahwa gerakan ISIS harus ditolak. Diukur dari Syari Islam, gerakan itu menyalahi. Diukur dari kaedah bernegara, juga tidak sesuai dengan empat konsensus yang disepakati nagara.

‎Kegiatan diskusi sebelumnya dubuka oleh asisten III Pemko Dumai, Mustafa Kadir‎. Ia menilai, kegiatan itu memiliki konten internasional. Sehingga nilai diskusi sanmgat tinggi.

"Saya apresiasi dan mendorong mahasiswa harus mengadu berbagai perspektif dalam menyikapi fenomena sosial. Sehingga, mahasiswa dalam menyikapi sesuatu mempunyai landasan yang kuat," katany‎a. (TRIBUN/RED)

BAGIKAN:
KOMENTAR