• Home
  • Berita
  • PWI Kepulauan Meranti Komitmen Perangi Hoax

PWI Kepulauan Meranti Komitmen Perangi Hoax

Rabu, 04 April 2018 17:32
BAGIKAN:
SELATPANJANG - Polres Kepulauan Meranti menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama elemen masyarakat di ruang data Mapolres Kepulauan Meranti, Rabu (4/4/2018). FGD tersebut digelar sebagai upaya mengantisipasi maraknya isu hoax dan ujaran kebencian yang mulai marak terjadi di sejumlah media sosial.

Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP La Ode Proyek mengatakan, seiring berkembangnya teknologi di era digital dan pesatnya pengguna media sosial, masyarakat semakin rawan mendapatkan informasi yang tidak benar. Tidak hanya dijadikan sebagai saluran penyebaran isu hoax, media sosial juga kerap dijadikan sebagai sarana pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan ujaran kebencian. 

"Maraknya isu hoax dan ujaran kebencian di media sosial akan berakibat pada keamanan dan ketertiban masyarakat. Kalau sudah rusuh, kestabilan ekonomi akan anjlok, kita semua yang rugi," ujarnya.

La Ode mencontohkan, saat ia bertugas di daerah konflik, harga mie instan mencapai Rp15 ribu per bungkus. Padahal di daerah lain, harga mie instan saat itu hanya Rp1.500 saja.

"Ini bukti jika kerusuhan akan berdampak luas. Saya sudah rasakan itu saat saya tugas di Ambon," ujar La Ode.

Menurut La Ode, gejala-gejala munculnya isu hoax sudah tampak di Meranti. Hal itu terlihat pada saat petugas BBPOM Pekanbaru datang ke Selatpanjang untuk melakukan Sidak makanan dan minuman pada Rabu (28/3/2018) lalu.

"Saat mereka datang, ada pihak-pihak yang menebar isu jika BBPOM akan menyulitkan para buruh bongkar muat kapal. Padahal tidak seperti itu, sejumlah pihak yang percaya isu tersebut mendatangi BBPOM, untung berhasil kami mediasi dan beri pemahaman," ujarnya.

Sebab itu, ia meminta agar elemen masyarakat dan wartawan yang bertugas di Meranti dapat menangkal berita hoax, khususnya saat ini Riau sedang melaksanakan pesta demokrasi Pilgub. Dengan adanya FGD yang dilaksanakan itu dapat lebih meningkatkan kesadaran hukum serta batasan dalam menggunakan media sosial.

"Jika ada informasi yang meragukan silahkan konfirmasi ke saya, jangan percaya dulu dan share ke media sosial sebelum terbukti kebenarannya," ujar La Ode.

Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Kepulauan Meranti, Ahmad Yuliar meminta pihak kepolisian untuk menyiapkan SDM dalam menangkal dan memberantas isu hoax dan ujaran kebencian. Tidak hanya menangkal isu hoax dan ujarnya kebencian saja, melainkan polisi juga menindak tegas pelaku penyebar berita hoax. 

"Meskipun pelaku penyebar berita hoax tersebut berprofesi sebagai wartawan. Sebagi wartawan, saya tidak ingin berita hoax dianggap sebagai produk jurnalistik," ujar Ahmad Yuliar.

Ia juga mengatakan, sebelum hoax marak terjadi di Indonesia, wartawan yang tergabung dalam PWI sudah mendeklarasikan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 4 terkait anti berita hoax. KEJ anti hoax tersebut dideklarasikan pada 6 Agustus 1999 silam. 

"Pasal 4 KEJ tersebut berbunyi, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong atau yang sekarang dikenal dengan hoax, fitnah, sadis, dan berita cabul. Jadi sebelum heboh-heboh anti berita hoax," jelasnya.(rls PWI Meranti)
BAGIKAN:
KOMENTAR